Senin, 18 April 2011

e

Kamis, 11 Desember 2008 | 07:48 WIB

KOMPAS/LASTI KURNIA
Jejak keberadaan koloni terumbu karang yang telah mati menjadi karakter unik kawasan tepi pantai yang berkarang di Pantai Pasir Putih, Desa Sukahujan, Malingping, Lebak, Banten, Senin (7/4). Kawasan pantai karang merupakan ekosistem yang sanggup beradaptasi dengan kondisi alam yang ekstrem, seperti pasang surut laut, gelombang tinggi, perubahan cuaca ekstrem, juga salinitas air laut yang berubah-ubah.
TERKAIT:
Rencana Aksi Segitiga Terumbu Karang Disempurnakan
Pariwisata Ancaman Bagi Terumbu Karang
Terumbu Karang Dirusak, Populasi Ikan Turun
Fenomena Geologi di Balik Daratan Terangkat
Hibah 38 Juta Dolar untuk Konservasi Terumbu Karang
POZNAN, RABU - Dunia telah kehilangan hampir 20 persen terumbu karangnya akibat emisi karbon dioksida, demikian laporan yang disiarkan di Poznan, Polandia, Rabu (10/12). Laporan yang dirilis Global Coral Reef Monitoring Network ini merupakan upaya memberi tekanan atas peserta konferensi PBB mengenai iklim agar membuat kemajuan dalam memerangi kenaikan suhu global.

"Jika kecenderungan emisi karbon dioksida saat ini terus berlangsung, banyak terumbu karang mungkin akan hilang dalam waktu 20 sampai 40 tahun mendatang, dan ini akan memiliki konsekuensi bahaya bagi sebanyak 500 juta orang yang bergantung atas terumbu karang untuk memperoleh nafkah mereka," ungkap laporan tersebut.

"Jika tak ada perubahan, kita akan menyaksikan berlipatnya karbon dioksida di atmosfer dalam waktu kurang dari 50 tahun," ujar Carl Gustaf Lundin, pimpinan program kelautan global di International Union for Conservation of Nature, salah satu organisasi di belakang Global Coral Reef Monitoring Network.

"Karena karbon ini diserap, samudra akan menjadi lebih asam, yang secara serius merusak sangat banyak biota laut dari terumbu karang hingga kumpulan plankton dan dari udang besar hingga rumput laut," tambahnya.

Saat ini, perubahan iklim dipandang sebagai ancaman terbesar bagi terumbu karang. Ancaman utama iklim, seperti naiknya temperatur permukaan air laut dan tingkatan keasaman air laut, bertambah besar oleh ancaman lain termasuk pengkapan ikan secara berlebihan, polusi dan spesies pendatang.

Yang membesarkan hati dari laporan tersebut adalah sekitar 45 persen terumbu karang saat ini masih berada dalam kondisi sehat. Harapan lainnya adalah kemampuan sebagian terumbu karang untuk pulih setelah peristiwa besar "bleaching" akibat air yang menghangat, dan menyesuaikan diri dengan perubahan iklim.

"Laporan itu merinci konsensus kuat ilmiah bahwa perubahan iklim harus dibatasi pada tingkat minimum absolut," ungkap Clive Wilkinson, Koordinator Global Coral Reef Monitoring Network.

Laporan tersebut juga menyatakan terumbu karang memiliki peluang lebih tinggi untuk bertahan hidup pada saat perubahan iklim terjadi, jika faktor tekanan lain yang berkaitan dengan kegiatan manusia diperkecil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar